Monday, December 3, 2018

Bisnis, dimulai dari mana?

Berawal dari hobi, ditambah ilmu yg didapat dari bangku sekolah, dulu saya suka sekali memelihara ternak (domba, ayam, bebek, burung) dan ikan. Bikin kandang sendiri, beli pakan sendiri, memelihara sendiri, wah pokoke menyenangkan dan menentramkan hati. Tidak peduli masalah besok dijual kemana. Pokoke asyik dengan produksi. Nawaitu-nya, menguatkan sistem produksi. Dilihat orang juga menarik, karna real bisnisnya tampak.

Akhirnya, permasalahan mulai datang. Setelah ternak yg dipelihara beranak pinak jadi banyak, kualitasnya bagus-bagus, tapi bingung mau dijual kemana. Rekanan, teman, dan kenalan saya banyak, tapi sebatas teman peternak, teman penyuplai pakan, obat, dan tak satupun teman/channel pemasaran. Lama kelamaan, yg didapat adalah kehabisan cash money, bahkan sampai minus. Kegiatan produksi yang berhasil, jadi bikin pusing tujuh keliling. Cash flow tidak berjalan. Ketemu suplayer bahan pakan/obat jadi malu, karena tidak mampu membeli seperti biasanya.

Bangkrut, dan berhenti sekitar 1-2 tahun.

Lalu iseng-iseng beli beberapa buku pembangkit semangat. Akhirnya nemu satu kalimat yg bisa menjawab masalah usaha "produksi" saya tadi, yaitu: Pada titik mana usaha dimulai? jawabannya adalah titik pemasaran. FAKTANYA, yg saya lakukan, bahkan, titik memulai usaha itu sama sekali saya abaikan. Jadilah saya memvonis diri bukan lagi sebagai pebisnis ternak, tapi sebagai peternak (saja).

Padahal (menurut teori di buku tersebut), jika kita memulai bisnis dengan menyentuh titik pemasaran terlebih dahulu, maka bisnis bisa dimulai tanpa modal, dengan minimal resiko.

Oke lah dicoba, dengan keadaan minus, mulai fokus pada silaturahim bisnis, pokoke setiap hari pekerjaannya jalan-jalan ke warung makan, berselancar di medsos, dolan ke peternak, rumah potong hewan, dapur catering, perkumpulan di luar bidang peternakan, ilmu desain, dll.

Wuih, teman jadi banyak. Dan teman ini bisa dikatakan sebagai teman yg berpotensi membeli produk kita. Mulai dari pemilik rumah makan arab yg setiap hari membutuhkan karkas domba, hingga instansi dan yayasan yg membutuhkan ternak untuk kebutuhan harian dan musiman.

Lalu buka buku yang tadi lagi, lanjutannya adalah Setelah titik pemasaran berhasil diinisiasi, mulailah buat brand, dan juallah brand itu, bukan produknya. Ingat, bukan produknya, tapi brandnya.

Oke.

Mulailah saya membuat merek (brand) baru, desain logo, kombinasi warna yang mencirikan brand, sekalian dengan desain iklan gratisan hasil bikinan canva.com pun dilakukan, termasuk mencetak brosur, stempel, nota, dan kebutuhan pemasaran lainnya, termasuk website.


Halaman Depan Website



Usaha Aqiqah Domba Sakti, produk dari Domba Sakti Farm (DSF) Indonesia, resmi mengudara. Padahal saat itu, saya tidak mempunyai kandang, ternak, dapur, dan sarana kebutuhan lainnya. Semua tidak saya punyai, tapi saya siapkan dengan matang. Menggunakan kekuatan relasi, dengan bermodalkan sarana pemasaran, usaha ini resmi dirilis awal tahun 2016. Kerja sama dengan beberapa titik seperti pengadaan ternak, pemotongan ternak, pemasakan daging, catering nasi, dan armada pengiriman, saya atur sedemikian rupa agar menjadi sistem yang saling terkait, dengan brand Aqiqah Domba Sakti.


Kepuasan pelanggan, menjadi tujuan utama usaha ini, barakallah


Alhamdulillah, saat ini Aqiqah Domba Sakti telah memasuki tahun ke-3, dan DSF Indonesia yang didirikan sejak 2008 mulai bangkit kembali. Setelah titik pemasaran dikuasai dan ditingkatkan, kini barulah memulai mengembangkan bagian produksi ternak. Tidak terbalik seperti dulu.

Semoga memberi ilmu dan hikmah.

2 comments:

  1. Inspiratif gan... semakin barokah dgn membagi ilmu usaha. DSF juara..!!!

    ReplyDelete

Cara Menentukan Tema Channel bagi Youtuber Pemula

Hai halo youtube mania, para content creator , dan pemirsa youtube. Assalamualaikum. Video ini diproduksi dan diupload saat pandemi covid-1...