Saturday, August 12, 2017

Berprasangka baik kepada Allah

Malam ini Kamis Pahing, 10 Agustus 2017 ketika saya pulang dari kantor dan bus dinas tiba di gudang (yang saya jadikan kantor singgah) tepat sebelum kumandang adzan isya. Seperti biasa, badan ini masih terlalu enggan untuk langsung pulang ke rumah.

Laptop justru dibuka kembali, lalu mulai menyibukkan diri dengan folder Domba Sakti Farm (DSF Indonesia). Sesekali chrome menampilkan www.dombasakti.com ketika saya hendak upload foto produk terbaru. Dan juga Halaman Facebook DSF Indonesia untuk mengontrol jumlah pengguna facebook yang terjangkau iklan, yang saat itu menunjukkan angka 1.226 akun.

Disudut kanan facebook saya melihat ada 6 pemberitahuan yang menuntun jari telunjuk kanan saya menekan mouse. Muncullah pemberitahuan seseorang yang memberikan komentar di salah satu iklan saya di grup pengusaha domba kambing. Padahal iklan tersebut sudah lumayan lama saya pasang. Namun belum juga ada peminat domba betina dan anaknya yang saya lego tersebut.

"Pun pajeng dereng mas? (sudah laku belum mas)" tanya salah satu akun.
Dengan sumringah saya segera mengetik, "Tinggal 1 babon dan 1 cempe mas, udah besar cempenya", enter.

"Taktilikane sakiki iso ra mas? (saya lihat sekarang bisa tidak mas?)" tanya akun itu lagi.
Saya jawab, "wa saja mas, ini nomor saya 0856-4301-7729"


Seperti biasanya, jika ada pembeli yang berminat, langsung saya arahkan ke nomor privat, agar komentar di facebook tidak terlalu padat.
"Mas taktelp ke nomormu ndak bisa, nomorku ini 08783877****", balas pria yang takmenampakkan wajah di foto profilnya.

Saya, yang saat itu sedang charging hp, langsung sadar bahwa hp saya sedang dalam modus silent, sehingga mustahil saya bisa mendengar dering dan getar saat orang itu menelpon. Hp saya lepas dari kabel charger dan terkejut dengan kenyataan bahwa orang itu sudah lebih dari 4 kali menelpon.

Dia lalu mengirim pesan via whatsapp bahwa dia menawar harga 50rb lebih rendah dari penawaran harga saya, dan akan diambil malam ini juga. Serius ini orang ya, saya pikir. Jam di sudut laptop menunjukkan pukul 21.05. Ini sudah larut malam dan lokasi kandang saya ada di puncak bukit yang gelap dan jarang penduduk. Langka menemukan pembeli seperti ini.

Hati kecil saya mulai meragukan. Terlebih setelah orang ini mengatakan bahwa dia teman dari tetangga saya mas Yan** yang gondrong. Dahi berkernyit karena tidak ada nama mas Yan** di wilayah saya. Saya mulai was was, ketika dia bilang, akan datang 3 orang dengan mobil granmax putih blindvan. Eman-eman menurut saya kalau mobil blindvan dimasuki domba. Pikiran saya mulai negatif. Hal ini karena akhir-akhir ini saya dan DSF makin terkenal setelah seringnya diekspose iklan di media dan media sosial. Khawatir akan terjadi perampokan karna stok ternak di kandang saya lumayan bernilai jual tinggi....

8 kali dia menelpon dan tidak saya angkat. Lalu saya kirim pesan whatsapp ke dia, "Pak maaf karna sudah malam, bagaimana kalau besok pagi saja supaya lebih enak melihat ternaknya". Baru sedetik terkirim, dia mengirim pesan, "mas, sudah sampai depan badan diklat (salah satu bangunan pemerintah di dekat lokasi kandang DSF), tolong dijemput"

Bismillahirahmanirahim...yaa Allah, lindungilah hambaMu dari bahaya dan kesesatan, serta berikanlah ridhoMu jika ini memang rejeki yang Engkau janjikan kepada kami...

Tanpa berpikir macam-macam, meskipun masih kalut, saya ambil motor dan meninggalkan gudang. Menyusuri jalan perbukitan yang sepi dan gelap, hingga 500 meter kemudian menemukan sepasang lampu mobil menyorot dan berkedip memberi saya tanda.

"Mas A*** ya?", tanya saya ke sopir mobil blindvan putih itu.
"Iya mas", Jawab mereka bertiga kompak...oh bukan hanya 1 orang melainkan 3 dan laki-laki semua...oke fine...bismillah, dan mobil itu mengikuti saya menuju kandang yang tepat berada di lahan samping gudang.

3 pria berbadan tegap dan potong cepak turun dari dalam mobil lalu bersalaman dengan saya. Sejauh ini keadaan baik-baik saja, pikir saya. Lalu saya ajak ke kandang, dalam cahaya temaram senter hp mereka melihat 1 ekor domba betina dan 1 ekor cempe anaknya. Lalu menyiapkan uang seperti yang dijanjikan di facebook, dan segera saya keluarkan kedua domba itu untuk diangkut dalam blindvan...

Masya Allah, ternyata mereka adalah polisi yang sedang bertugas malam. Dan memenuhi permintaan ayah salah satu dari mereka untuk dibelikan domba betina untuk dipelihara. Mereka bertiga sangat ramah, meski pun melakukan kegiatan transaksi ternak yang tidak selazimnya. Mereka begitu percaya dengan keterangan saya terhadap kelebihan dan kekurangan domba ini, dan tanpa pikir panjang langsung membelinya.



Setelah memberikan uang dan berpamitan, mereka pulang. Masih muncul pikiran negatif di benak saya, "apa mungkin mereka berbohong? apa ini uang asli?"

Astagfirullah....saya bergegas menuju ruang kantor di gudang dan mengecek satu persatu pembayaran domba tersebut dengan cermat. Alhamdulillah semua asli dan utuh. Jam di dinding menunjukkan pukul 21.22. Kejadian berlalu begitu cepat, di tengah gelap malam dan sepi. Tanpa staff yang biasa mendampingi saya. Dan saya sudah berprasangka buruk kepada orang-orang baik tersebut. Lebih dari itu saya telah berprasangka buruk kepada Allah SWT....astagfirullah...maafkan hambaMu ini yaa Allah, dan berikan pemahaman atas hikmah rizkiMu malam ini, serta berikan keberkahan bagi transaksi kami ini...aamiin yaa Rabb.


Waspada memang penting. Tapi lebih penting lagi adalah berprasangka baik kepada Allah dan manusia. Semua adalah titipan. Semua adalah kehendakNya. Kita sebagai umat patut beikhtiar dan berdoa, serta berserah diri kepadaNya. Allah tidak membebani seseorang dengan sesuatu yang tidak mampu ia laksanakan [QS. Al-baqarah: 284]

Friday, August 11, 2017

Menembus waktu

Pengalaman Menembus Lorong Waktu

Bukan hanya Doraemon-nya Mas Boy yang bisa menembus lorong waktu. Saya pun yang notabene tidak mempunyai kantung ajaib, diberi kesempatan Gusti Allah untuk menikmati (sebenarnya senam jantung) melewati lorong waktu (versi saya).

Dalam kondisi lumrah, saya memerlukan waktu rata-rata 50 menit menempuh perjalanan dari rumah ke kantor. Biasanya manusia normal lainnya menyebut istilah kantor, pastilah ada di kota, sedangkan rumah tempat kandung beta ada di pinggiran kota. Tapi ini kebalikannya, rumah saya di pinggiran kota Yogya, sedangkan "kantor" saya di Gading, sebuah desa di Kabupaten Gunungkidul yang berjarak 40 km dari pusat Kota Yogyakarta. Desa harus ditempuh dengan kendaraan roda dua atau empat dengan kondisi oke siap touring, perjalanan yang melelahkan naik turun gunung.

Setiap hari dilaju dengan Thunder biru tercinta. Meskipun sekarang Thunder 125cc yang karburatornya sudah tidak ori (yang ori tidak kompeten di bidang tanjakan) sudah almarhum (mah) (karena ada yang bilang motor satu ini setengah jantan setengah betina), sudah diganti dengan Supra X 125D merah putih. Motor hibah dari mertua yang sudah saya set sedemikian rupa sehingga hanya nyaman ditunggangi di angka 95 km/jam wusshh.....

Perjalanan diawali dari rumah pukul 06.40 dengan menyusuri jalan pinggiran kota yang mulus di daerah Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Dilanjutkan menyusuri jalan propinsi Yogya-Wonosari yang lebar dan datar sampai lampu merah Piyungan. Memulai touring, dilanjutkan dengan tanjakan pertama sejauh 3 km yang diakhiri dengan tikungan tajam dan mendaki (sudut tikungan 360°) di Desa Petir. Setelah itu, pelaju akan dihadapkan pada pedakian ringan melewati area Bukit Bintang, tempat sejenis rest area di tepi bukit yang menawarkan keindahan kota Yogyakarta dan Bantul di bawahnya. Tempat para jejaka merayu gebetannya, dan tempat para ibu-ibu setempat menjual jagung bakar. Namun pagi itu sepi, kecuali kabut di bawah sana dan lalu lalang kendaraan yang kebut-kebutan mengejar jam absen kantor.

Sepeninggal bukit bintang, pelaju akan disambut gapura raksasa sebagai pintu masuk Kabupaten Gunungkidul. Terdapat taman yang menyejukkan mata di sekitar gapura ini, sebelum ditantang dengan tikungan mendaki yang super tajam kembali. Di sinilah para kendaraan besi (tronton dan sejenisnya) parkir salah tempat, alias mogok di tengah jalur pendakian. Namun, jika berhasil melalui tanjakan ini, dipastikan pelaju akan sampai di Patuk, sebuah daerah puncak dari perbukitan Gunungkidul. Setelah itu, jalanan cenderung datar dan tidak ada tanjakan terjal, kecuali jalanan yang berliku menyusuri desa dengan sesekali ditemui ranjau darat (lubang) pada musim hujan.

Di sinilah pengalaman saya dimulai. Memasuki sepertiga perjalanan mendatar, saya yang cenderung konstan melaju di titik 80 km/jam, salip menyalip dengan sebuah motor Vario Techno orange. Trafic terkadang padat, terkadang sepi, dan tampaknya dia kurang begitu ahli menyelinap di kemacetan, meskipun kemudian saya selalu kalah bersaing di trek lurus hehe...

Sesaat ketika kami asyik salip-menyalip, saya ada di depan, dan langkah saya terhalang oleh sebuah mobil Avanza biru dan dua motor di belakangnya, yang nampaknya belum mampu menyalip Avanza tersebut. Saya pun dengan sabar mengikuti mereka di belakang sambil sesekali melihat rival saya (Vario Techno orange) di belakang saya melaui spion. Tapi.... lho, dimana Vario Techno itu? Kok tiba-tiba menghilang? Dari spion juga terlihat tidak ada tanda-tanda dia berhenti di pinggir jalan. Dalam hati saya berpikir, ah pasti dia sudah belok di suatu tempat, meskipun saya ragu juga karena si orange sebenarnya hanya berjarak tidak lebih dari 5 meter di belakang saya dan belum ada 5 detik tadi dia masih ada.

Ya sudah lah, lupakan itu. Lalu saya fokus mencari celah menyalip dua motor dan satu Avanza biru di depan saya. Saat itu kami berada di selatan Patuk, tepatnya di daerah Putat sebelum Rumah Makan Putat Joyo. Selang 10 detik sejak si Vario Techno orange menghilang, saya masih sabar menanti di belakang karena arus yang sangat padat dan saya yakin akan bisa menyalip karena sebentar lagi akan melewati Rumah Makan Putat Joyo. Jalan raya di depan rumah makan itu baru saja selesai dilebarkan dengan luasan yang hampir dua kali ukuran jalan semula, artinya, peluang untuk menyalip lebih besar. Namun...

Jalan lebar itu tidak kunjung saya temui. Saya jadi bingung, karena tiba-tiba saya seperti melewati lorong waktu sekitar 4-5 detik. Dan yang paling mencengangkan, begitu saya sadar, saya sudah berada di jalan raya pusat oleh-oleh Sambi. Itu sekitar 3 km dari Putat Joyo. Artinya saya melewatkan perjalanan sekitar 3 km dalam waktu hanya 4-5 detik. Avanza biru dan dua motor masih ada di depan saya. dan selang beberapa detik saya ambil kanan untuk menyalip mereka.

Masih terheran-heran tidak percaya, tapi akhirnya saya anggap mungkin saya melamun. Lalu saya memacu kencang si Supra X 125 D dan hanya bertahan 1 km, sebelum saya kembali menahan laju hingga tersisa 40 km/jam, mengikuti jalanan sambil terus berpikir terheran-heran. Sepertinya saya dari tadi tidak melamun. Sudah sarapan, dan konsentrasi tetap terjaga. Wah kok aneh seperti ini ya. Keheranan saya bertambah ketika sekitar 3 menit kemudian tiba-tiba si Vario Techno orange muncul di spion saya. Saking kagetnya saya sempatkan menoleh ke belakang. Iya benar itu orang yang tadi. Terlihat jelas dari helm uniknya. Karena lalu lintas padat, seperti sejak dari bawah tadi dia tidak mampu menyalip saya dan hanya bertahan di belakang membuntuti. Lho, tambah pusing kan saya...darimana saja kamu si orange? Lalu Supra saya pacu kembali di kisaran 90 km/jam...

Akhirnya menjelang hutan Bunder, si Vario Techno menyalip saya, karena sebentar lagi tiba di kantor UPT BPPTK LIPI. Begitu tiba di gerbang depan kantor, pak Satpam menyapa saya keheranan, “Dari rumah jam berapa mas?”, tanya beliau ramah dengan sedikit heran. “Jam tujuh kurang seperempat Pak, eh jam tujuh kurang dua puluh an dink.” “ Wah ngebut ya...”

Saya takjup karena jam di mesin absensi sidik jari menunjukkan pukul 07.15. Artinya, saya perlu waktu 35 menit perjalanan dari rumah. Waoo itu rekor terbaru lagi, karena rekor tercepat saya sebelumnya adalah 42 menit. Ada sekitar selisih 7 menit. Bahkan mungkin seharusnya bisa lebih singkat lagi, jika tadi saya tidak berjalan pelan karena keheranan.

Jelas di luar nalar, dengan kemampuan saya membawa kendaraan bebek ini melalui waktu terbaik dari yang pernah ada. Mungkinkah benar, tadi saya melalui lorong waktu, yang menyebabkan saya menuju waktu dan tempat yang lebih cepat sekitar 5-10 menit ke depan? 4-5 detik melewati lorong waktu mewakili 5-10 menit kejadian yang sebenarnya. Saya masih sering terbengong-bengong sendiri sehari ini di kantor, serasa ingin kembali ke lokasi tadi, lokasi yang “hilang” yang tidak saya lalui.

Mungkin, Vario Techno orange tadi tiba-tiba menghilang, karena saya mulai memasuki pintu lorong waktu. Dan selang 5 menit kemudian, dia menyusul saya kembali. Saya ingat waktu terakhir dia menyalip sebelum saya sampai di kantor, dia sempat menoleh ke saya. Seolah ingin membenarkan bahwa saya tadi tiba-tiba menghilang dari depannya, dan muncul kembali tapi sudah jauh di depan. Mungkin juga dia saat ini menulis kisah yang sama dengan saya ini di blognya....hehe



Saya jadi teringat kisah tentang bus dan kereta api hantu yang sering saya dengar beritanya dari teman-teman waktu masih SMA. Seolah seseorang menaiki kereta api super cepat dengan hanya membutuhkan waktu 1 jam saja untuk perjalanan dari daerah Jawa Tengah ke Jakarta. Dia terlihat linglung saat tiba di stasiun Jakarta. Namun ketika disadarkan orang-orang, dia baru sadar bahwa ia sudah berada di Jakarta. Saat dilihat jam tangannya, baru berselang 1 jam sejak keberangkatannya. Terlepas dari aspek magisnya, saya sebagai ilmuwan lebih memandang dari sisi ilmu pengetahuan (ceaile...). Mungkinkah ilmu tentang lorong waktu benar-benar ada....hanya Tuhan yang tahu.

Memori 2012
AAS

Wednesday, August 9, 2017

Sempat Kehilangan



Seringkalinya menyiakan hari pertemuan...

Seringkalinya menyediakan ruang bosan di rumah waktu...

Hingga memudarnya kekhusyukan...

Dan penuhnya ambisi untuk sesuatu yang baru...

Tapi tetaplah ini manusia...

Yang hatinya bagaikan roda...

Mudah Allah membolak-balikkan setiap rasa...

Dan muncullah ada yg disebut duka...

Ya itu penting, agar manusia kembali merindukan hari pertemuan...

Hari dimana kembali fitroh...

Dan mensyukuri atas apa yang sempat dipisahkan...

Cukup sekali saja, agar manusia dapat berpikir...

Tentang makna dibalik semua pertanda...

Yang Maha Cinta berikan kepada hambaNya...

Sebuah arti dari rasa kehilangan...

Yang akan muncul ketika pernah memilikinya...

Sekarang, dan tanpa berbatas dinding penyesalan...

Nun biarkan itu datang saat ini, sebelum menjemput di terasnya Jannah nanti...

Jiwa Manusia itu kuat

MEMBANGUN PETERNAKAN
DENGAN KEKUATAN SOSIAL
Oleh: Awistaros Angger Sakti
Peneliti Bidang Peternakan dan Ilmu Ternak
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)

Terbit di Majalah Infovet Edisi 260 - Maret 2016

Bukan lagi soal teknis.
Peternak akan berdaya, jika menghimpun diri dan memiliki seorang leader yang visioner


Republik ini tidak pernah kekurangan orang untuk menciptakan inovasi dan temuan mengagumkan. Jika di webometrik kita masih kalah dengan beberapa negara tetangga, sebut saja itu perihal ketertinggalan jumlah tulisan ilmiah. Itu saja. Selebihnya banyak yang bisa dimanfaatkan peternak kita untuk mengembangkan usaha ternaknya melalui menerapan ilmu dan teknologi kekinian. Bahkan internet pun sudah masuk di setiap sudut desa. Tidak ada lagi alasan untuk tidak mengenal teknologi peternakan terefisien. Namun, apakah peternak sudah lebih terjamin mendapatkan pundi-pundi emasnya? Ternyata belum. Banyak hal masih tidak bersahabat bagi peternak. Terutama yang terkait dengan pasar. Sebuah kata yang cocok dijadikan judul film, “Misteri dan Keajaiban Pasar”.

Harga Pasar? Profesor pun “Menyerah”
Para ahli, akademisi, dan ilmuwan sangat lihai menjawab pertanyaan tentang masalah teknis peternakan, yang telah berhasil mereka pecahkan di laboratorium atau di lapangan. Para expert sosial ekonomi peternakan begitu mudahnya melakukan komunikasi dan membangkitkan semangat peternak untuk mau menggunakan teknologi, dan atau memberdayakan mereka dengan berbagai kegiatan. Namun ketika seorang peternak mengeluh, bahwa sapi sudah berhasil mencapai target pertambahan berat badan dengan teknologi pakan terbaru, mereka takluk di tangan harga pasar. Semua ahli akan tertegun sejenak untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bagi yang sudah sering mendapat pertanyaan itu, seringkali langsung dijawab, “saya menyerah jika ditanya tentang harga pasar”.
Teknologi yang diintroduksikan ke suatu titik usaha peternakan, biasanya akan memberikan tambahan cost, yang bisa jadi akan memberikan tambahan keuntungan. Namun, belum tentu margin keuntungan lebih besar daripada margin biaya produksi. Jika pun berhasil lebih besar, masalah berikutnya yaitu tidak adanya kepastian harga pasar. Peternak kembali dipusingkan. Dari sini lah muncul pemikiran, bahwa improvement teknis produksi harus diimbangi dengan penguatan sabuk manajemen usaha. Peternak mampu menjangkau manajemen usaha yang kuat, jika mereka menghimpun diri dalam suatu kesatuan. Kemitraan ayam broiler yang dikelola perusahaan multinasional digunakan sebagai contoh, bagaimana kekuatan kelompok mampu mengatasi segala permasalahan bisnis. Lalu bagaimana nasib ternak lokal kita yang dikelola masyarakat umum? Sambil kita menjaga martabat ayam kampung (Sakti, 2013), atau mempopulerkan sapi Bali ke masyarakat dunia, perlu pembahasan dari sudut pandang berbeda untuk meningkatkan martabat para peternak Indonesia. Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang akhir-akhir ini diperkenalkan, menjadi salah satu terobosan penting dari Kementerian Pertanian periode ini.

Ibarat Sapu Lidi, Kuat Jika Berhimpun Bersama
Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunungkidul pada tahun 2015 melakukan kegiatan diseminasi hasil penelitian di Kemitraan Puyuh Holstein Indonesia di Boyolali, Jawa Tengah. Pada medio 2014, kemitraan yang baru terbentuk pada tahun 2012 ini mempunyai jumlah peternak binaan 21 orang dengan populasi puyuh sebesar 35.000 ekor dan mampu memproduksi telur puyuh 6,5 juta butir per tahun. Saat ini, jumlah peternak dibina telah mencapai 55 orang dengan populasi puyuh lebih dari 100.000 ekor dan mampu memproduksi telur puyuh lebih dari 19 juta butir per tahun, dengan omset usaha mencapai 4 miliar rupiah per tahun. Jika melihat populasinya, sudah mencapai sekitar 0,8% dari populasi nasional atau 2,5% dari populasi puyuh di Jawa Tengah (Ditjenakeswan, 2015). Namun jika dilihat berapa persentase keuntungan kemitraan, ternyata hanya maksimal 4% dari omset yang beredar. Manajemen kemitraan memutuskan untuk menjual telur dengan margin keuntungan yang tipis, sehingga tingkat serapan pasar telur puyuh mereka selalu lebih dari 98% dari total panen, bahkan selalu kurang pada momen-momen tertentu. Hal ini membuat keamanan jumlah permintaan menjadi lebih terjamin. Selain itu pangsa pasar juga dapat terjaga dengan baik. Ini sangat penting, dan menjadi salah satu jawaban atas pertanyaan di atas tentang bagaimana mengatasi harga pasar yang fluktuatif.
Gambar 1. Itmamul Khuluq menunjukkan Buku Pintar Kemitraan karya LIPI dan Holstein Indonesia kepada Menristekdikti, M. Nasir, 18 Januari 2016 di sela-sela Seminar Nasional Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia, Semarang, Jawa Tengah
Bagaimana dengan biaya produksi di tengah keputusan mengambil margin keuntungan yang tipis? Kemitraan Puyuh Holstein Indonesia merupakan bentuk perhimpunan diri para peternak. Dengan berhimpun, mereka mampu menekan biaya produksi seperti pakan, transportasi, bibit, dan sarana produksi lainnya. Harga beli modal menjadi lebih rendah, karena mereka mampu membeli secara kolektif dengan tonase yang lebih besar, langsung dari perusahaan produsen pakan. Prinsip koperasi berlaku di sini, dengan segala keuntungan lainnya seperti kemudahan peternak dalam menjual hasil panen, kemudahan mendapatkan informasi terbaru terkait teknologi, pengendalian penyakit, maupun info pasar, dan membuat mereka kuat secara sosial, karena mayoritas dari mereka yang membangun kandang, bertetangga dalam satu kawasan. Resiko penolakan terhadap imbas buruk peternakan oleh masyarakat sekitar dapat ditekan seminimal mungkin. Ketika saya bertanya kepada salah satu peternak, tentang bagaimana mereka memasarkan telur, dengan tersenyum ia menjawab, “Tidak usah ikut pusing mikir hal itu, karena manajemen kemitraan lebih ahli, dan kegiatan kami dalam beternak menjadi lebih tenang dan menyenangkan”. Semua keuntungan ini sulit didapat jika mereka berdiri sendiri-sendiri, mengatur semuanya sendiri, tentu akan mudah patah seperti halnya sebatang lidi yang bekerja sendiri.

Leader yang Humanis dan Visioner
Seorang Sarjana Peternakan bernama Itmamul Khuluq berada di belakang ini semua. Pada tahun 2012 saat kembali ke desanya, mereka mendapati beberapa peternak puyuh yang berusaha sendiri-sendiri. Mandiri tentang segala hal, termasuk menghadapi rumitnya fluktuasi harga dari hulu ke hilir. Tak kuat melihat kenyataan pahit yang sering kali dihadapi peternak, ia mulai membentuk manajemen kemitraan dengan dirinya sebagai pemimpin yang sebenarnya adalah sebagai pelayan bisnis bagi peternak.
Suatu koperasi atau kelompok ternak, tidak akan maju dengan pesat jika tidak dipimpin oleh leader yang bukan hanya memahami hal teknis, tetapi juga visioner. Grand desain akan membawa mereka semua ke arah tujuan bisnis yang jelas. Namun semua itu akan menemui batu sandungan jika leader tersebut kurang humanis. Leader harus paham dan mampu memahami masing-masing karakter peternak. Mampu ngemong (mengasuh) peternak dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang berbeda-beda. Serta mampu mengkombinasikan sifat berbeda itu menjadi satu kekuatan kemitraan yang murni dan identik dibanding kemitraan yang lain. Leader harus mau dan mampu terjun ke pasar, sehingga bisa membuat keputusan terbaik terkait strategi pasar. Kemampuan teknis, sifat humanis, dan pandangan visioner dibutuhkan leader untuk membawa perhimpunan ke arah kesuksesan. Peternak kita membutuhkan sarjana-sarjana seperti ini untuk mengelolakan usaha mereka, dan mendampingi mereka meraih kesejahteraan bersama.

Bukan Lagi Soal Teknis, Karena ini Bisnis
Harga pasar untuk produk peternakan bukan hanya terkait teknis produksi, melainkan lebih dipengaruhi faktor sosial-politik, termasuk spekulan dan impor. Sayangnya, di setiap kegiatan pemberdayaan, peternak kita masih saja hanya diberi improvement tentang teknis, seperti halnya teknologi pakan dan aditif, bibit yang baik, pengendalian penyakit, dan usaha peningkatan performa ternak lainnya. Empowerment yang lebih dibutuhkan peternak saat ini adalah tentang kelembagaan, kekuatan sosial, dan manajerial usaha. Segala teknis produksi akan lebih efektif dan efisien jika diimbangi peningkatan kekuatan mereka secara sosial dan manajerial. Karena mereka menjalankan bisnis, bukan sekedar membuat bentuk peternakan ideal seperti di kandang milik lembaga penelitian dan pendidikan. Entah peternak kita setuju atau tidak jika usaha ternaknya dianggap bisnis, namun jika kita sepakat bahwa peternak Indonesia harus berdaya, maka sekecil apapun usaha peternakan, selalu kita anggap sebagai bisnis, agar kepedulian kita menjadi total. Tidak lain hanya untuk mensejahterakan dan memuliakan peternak Indonesia.


Awistaros A. Sakti, 2016

Akhlak mulia

USAHA SUKSES mengiringi AKHLAK MULIA



7 Februari 2014
Saat itu adalah hari bersejarah bagi kami, terlebih bagi saya sebagai seorang laki-laki dan imam dalam keluarga. Hari yang ditunggu-tunggu dan yang selalu diremainder di dalam handphone tentang Hari Perkiraan Lahir (HLP) anak pertama kami. Tepat pukul 05.10 WIB pada hari Jumat yang agung itu lahirlah seorang bayi perempuan yang montok, dengan berat badan 3,85 kg dan tinggi badan 51 cm di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul. Alhamdulillah.

Maisyaranda Lanaya Awistaros (Soerang pemimpin wanita yang berakhlak mulia)

28 Februari 2014
Kami menyembelih satu ekor domba jantan bagi anak kami tercinta sebagai bentuk keikhlasan kami berbagi kebahagiaan kepada sesama, dalam bentuk aqiqah. Karena rumah kami 40 km dari kantor, maka daging aqiqah hanya kami bagikan kepada warga se-RT di perumahan dan se-RT di kampung mertua. Sedangkan untuk teman-teman kantor saya, hmm...saat itu saya masih bingung, wujud tasyakuran apa yang bisa kami bagikan.

Mulai dari Brownies merek terkenal yang ada di Kota Yogyakarta, sampai cake dari ketela yang telah menjadi ikon oleh-oleh Kota Yogyakarta dalam satu dekade terakhir ini. Namun, demi simple-nya acara, maka saya memutuskan untuk membeli nasi ayam kampung di dekat kantor. Sebut namanya Ayam Goreng Pak Parman, salah satu rumah makan bertajuk "Asli Ayam Kampung" yang menawarkan kemasan boks yang menarik, dengan harga yang sepadan dengan dua jenis sesulih di atas.

Olala, begitu saya tiba di depan pintu masuk rumah makan, saya menjadi sumringah setelah disambut dengan ramah oleh salah seorang karyawan wanita Ayam Goreng Pak Parman tersebut. Saya dipersilahkan masuk dan duduk, untuk kemudian ditanya mengenai keperluan saya berkunjung. Lantas langsung saja saya sampaikan perihal pesanan sekitar 80 dos untuk tasyakuran Lanaya. Dengan senyum tersirat saya diminta untuk menunggu sebentar, seraya bergegas pelayan wanita tersebut masuk ke pantry. Selang 1 menit kemudian keluarlah seorang pria yang tak kalah ramah menyambut kedatangan saya. Ternyata namanya mas Irkham, pemuda 28 tahunan yang dipercaya ayahnya mengelola rumah makan besar ini.

Sumber: www.makanjogja.com


Sebentar kami bercakap, lalu segelas jeruk hangat disajikan untuk saya, yang membuat saya semakin mengagumi sistem pelayanan di rumah makan yang telah memiliki 3 cabang di Yogyakarta ini. Berbagai kemudahan, diskon, dan pelayanan lain diberikan dengan selalu diiringi senyum ramah nan meneduhkan hati. Bahkan saya tidak sempat menawar, tapi harga dan pemberian diskon dan tambahan masakan membuat saya enggan untuk menawar. Sungguh menarik dan elegan pelayanan mereka.

Konsumen adalah raja. Berlaku untuk seluruh core bisnis di dunia. Bukan hanya untuk suatu badan usaha yang mengusahakan keuntungan, tetapi juga bagi institusi non-profit yang mengutamakan pelayanan kepada masyarakat, seperti pemerintah dan jajarannya. Menjaga kepuasan konsumen sama artinya menjaga eksistensi perusahaan itu sendiri. Minimal, menjaga nama baik dan sebagai sajadah panjang ibadah kita kepada masyarakat, Lillahi Ta'ala.

Sumber: www.hidupberkah.com
Awistaros A.S. 14 April 2014










Melindungi ayam lokal kita

MENJAGA MARTABAT AYAM KAMPUNG

Oleh: Awistaros A. Sakti
(Terbit di Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan INFOVET edisi 229, Agustus 2013)
Peneliti Bidang Pakan dan Nutrisi Ternak
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI)

Yang disayang masyarakat Indonesia itu, ternyata berpotensi lebih besar daripada ayam ras.

Bagaimana tidak. Untuk mendapatkan keuntungan bersih sekitar tiga juta per bulan, peternak hanya membutuhkan 1.000 ekor DOC ayam kampung untuk dibesarkan sebagai ayam kampung pedaging (Krista dan Harianto, 2010). Tentu skala 1.000 ekor ini tidak akan nampak menguntungkan, bila yang dipelihara adalah ayam broiler. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa profit margin dari 1.000 ekor ayam kampung pedaging setara dengan 5.000-10.000 ayam broiler. Belum lagi jika dibandingkan dengan usaha pembibitan. Jumlah 500 ekor betina saja bisa menghasilkan lebih dari 10 juta keuntungan bersih per bulan (Krista dan Harianto, 2010). Meskipun tentu saja ini harus disertai dengan manajemen budidaya yang tidak sederhana.

Keunggulan sebagai Warisan
Ayam kampung yang menjadi plasma nutfah negaranya sendiri (Indonesia), hanya berjumlah sekitar 25% dari total populasi ayam broiler tahun 2011 (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). Tapi di lain sisi, ayam kampung merupakan ternak terdekat yang bisa hidup berdampingan dengan masyarakat. Mengapa demikian? Padahal kita tahu bahwa produktifitas ayam ini sangat rendah dibanding jenis ayam komersial lainnya. Untuk mencapai bobot 1-1,1 kg saja, dibutuhkan waktu 13-14 minggu (Trobos Livestock edisi 162/Tahun XIV), dan dengan pemeliharaan intensif hanya mampu dihasilkan paling banter sekitar 150 butir telur per tahun. Jawabannya adalah, dibanding ayam ras, ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca tropis, mampu mencerna serat kasar lebih tinggi dan membutuhkan protein pakan yang lebih rendah, mampu diusahakan sebagai usaha sambilan maupun simpanan (tabungan) bagi masyarakat pedesaan, dan mungkin jawaban paling politis adalah, karena ayam kampung dilindungi undang-undang sebagai potensi lokal yang hanya boleh diusahakan oleh peternakan rakyat.
Kelebihan lain dari ayam kampung adalah mempunyai segmen pasar sendiri. Daging dan telur ayam kampung tidak perlu bersaing ketat dengan ayam ras untuk memperebutkan pangsa pasar. Daging ayam kampung mampu bertahan dengan harga lebih tinggi sekitar 10-20% dibanding daging broiler. Telurnya pun masih dihargai dalam satuan butir (bukan kiloan), yang jatuhnya pun lebih tinggi 20-25%. Harga daging dan telur ayam kampung relatif lebih stabil dibandingkan ayam ras, yang menjadikannya lebih aman (secara hitungan bisnis) untuk dipelihara dalam skala produksi yang tidak terlalu besar.


Dokumentasi pribadi

Mengurangi Sisi Resiko
Bagaimana cara meningkatkan produktifitas? Budidaya secara konvensional dengan cara diumbar bebas di pekarangan rumah tentu saja bukan menjadi pilihan yang tepat untuk kondisi saat ini. Mutasi gen mikrobia patogen terus berkembang dan semakin resisten terhadap antibiotik. Berdirinya peternakan komersial ayam ras di lingkungan pedesaan memang perlu menjadi perhatian bagi para peternak ayam kampung. Sebagai contoh, saat ini industri peternakan broiler nasional dibuat bingung dengan semakin kokohnya koloni sebaran Escherichia coli (APEC) yang mampu bertahan apapun jenis antibiotik yang diberikan. Ini mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan semakin buruk, yang berimbas pada ekosistem dimana ayam kampung dipelihara.
Pemeliharaan secara semi-intensif maupun intensif, dengan cara dikandangkan dan diatur pola makannya, menjadi pilihan yang tidak boleh ditolak lagi. Kedua, pemilihan bibit unggul juga menjadi aturan main penting untuk memperoleh produksi maksimal. Kita bisa mengambil ternak yang ada di pasaran, lalu dikarantina dan diseleksi keunggulannya. Karena sejujurnya masyarakat belum terlalu peduli tentang apakah ayam kampung yang akan mereka jual tersebut berkualitas atau tidak. Ketika membutuhkan dana sebrakan, segera saja ayam kesayangan dijual. Sehingga jika kita cermati, banyak ayam kampung berkualitas yang beredar di pasaran. Jika tidak diselamatkan, kasusnya akan sama dengan kondisi sapi lokal saat ini. Harus masuk rumah pemotongan, tidak peduli masih produktif atau tidak.
Melihat peluang pasar daging ayam kampung yang sangat terbuka, saat ini bermunculan pembibit di daerah. Mereka menghasilkan DOC ayam kampung dengan berbagai kelebihan dan kekurangan dalam segi kualitas produk. Beberapa pembibit rela melakukan teknik seleksi bertahun-tahun demi mendapatkan induk dan pejantan yang unggul, baru kemudian menjual DOC sebagai final stock yang berkualitas dan berasal dari grade murni ayam kampung. Namun, tidak sedikit pula yang mengambil jalan pintas, yakni melakukan teknik persilangan antara final stock ayam layer (ras petelur) dengan ayam jantan kampung. Hasilnya, diberi julukan DOC ayam kampung super. Teknik “main silang” seperti ini dikawatirkan semakin menghilangkan potensi genetik ayam kampung asli Indonesia. Meskipun, ada pula pembibit yang menyematkan brand ayam kampung super, benar-benar untuk DOC hasil persilangan ayam kampung unggul (tidak ada darah ayam ras).
Regulasi untuk Perlindungan
Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, menguatkan status usaha pembibitan dan budidaya ayam buras (kampung) dan persilangannya, yang hanya dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Peluang berdasarkan peraturan ini semestinya menjadi kesempatan berharga bagi pemerintah dan masyarakat, untuk bersama-sama melestarikan keaslian ayam kampung kita, sekaligus membangun  perekonomian rakyat melalui peternakan ayam kampung. Sudah dijamin bahwa pemodal asing tidak akan mempunyai ruang bebas untuk mengembangkan ayam kebanggaan kita ini. Namun, perlu adanya regulasi lanjutan yang tepat dan tegas dari pemerintah untuk mengatur keamanan genetik ayam kampung, dari tindakan “main silang” yang dilakukan peternak. Beberapa pusat penelitian dan pengembangan genetik hewan ternak di Indonesia, telah menghasilkan beberapa strain ayam kampung unggul. Tentunya ini yang diharapkan dapat didiseminasikan kepada masyarakat yang sebagian masih awam dengan dunia riset pemuliaan ternak.
Tuntutan faktor kuantita produksi daging selalu meningkat, tetapi kita juga dihadapkan pada isu keamanan pangan. Antibiotik sintetis dalam ransum pakan sudah dilarang di Amerika dan Eropa. Residu dari antibiotik sintetis yang ada di daging dan telur, mempunyai dampak merugikan bagi kesehatan konsumennya. Namun, alih-alih berbicara mengganti antibiotik sintetis dengan bahan organik, permasalahan di negara kita masih berkutat pada rendahnya tingkat konsumsi protein hewani, serta rendahnya produktifitas ternak itu sendiri. Oleh karenanya, yang masih terus digenjot pemerintah sampai saat ini adalah dua hal mendasar tersebut. Padahal jika kita tinjau, lebih tingginya harga daging ayam kampung dibanding ayam ras, salah satunya disebabkan karena nilai dari keamanan pangan itu sendiri. Ayam kampung yang dipelihara di pedesaan dengan pakan alami (organik), menghasilkan produk daging yang aman dan sehat. Secara tidak sengaja, sebenarnya kultur kita sudah menghargai mahal arti dari sebuah keamanan pangan.

Segmen Pasar Berkelas
Peluang bisnis ayam kampung selalu terbuka lebar, bahkan beberapa kalangan tidak mau mencampur aduk pangsa pasar ayam kampung dengan ayam ras. Ibarat jalan raya, ayam kampung mempunyai jalur sendiri layaknya busway. Jumlahnya kalah jauh dari ayam ras, tetapi mempunyai segmen pasar dan harga sendiri yang berkelas. Jika yang dilirik adalah usaha pro rakyat, maka selayaknya usaha ayam kampung merupakan pilihan tepat. Semoga masyarakat peternak ayam kampung menyadarinya, dan tidak lagi merendahkan martabat ayam kampung kita, dengan cara “main silang” seperti kasus di atas, sehingga slogan yang selama ini digaungkan, menjadi raja di negeri sendiri, dapat terpenuhi.
Awistaros A. Sakti, 2013

Embun Pagi



Setidaknya, setiap siang dedaunan mengenangmu...

Atau setiap gelap malam penuh harap menantimu...

Menunggumu datang lepas fajar nanti, memberi kesejukan di hati yang haus inspirasi...

Allahu akbar dengan segala ciptaanNya...

Termasuk tetesan embun pemberi nyawa bagi jiwa-jiwa yang rindu kehangatan cinta...

Atas sikap solikha yang diajarkan nabinya, dan kesantunan dari setiap perangainya...

Hati ini akan selalu mengenangmu, embun pagi bersahaja yang pernah membasuh hati dan jiwaku...

Sekarang, dan tak berbatas oleh dinding waktu...

Tuesday, August 8, 2017

Dunia Bisnis adalah Medan Perang

MEMBANGUN KERAJAAN BISNIS MEMANG GAMPANG-GAMPANG SUSAH


(Ismail, 2012)


Pertanyaan yang mungkin akan timbul di benak kita "Kalau dunia bisnis adalah medan peperangan, mengapa banyak orang mau ikut di dalam peperangan?"
Jangan bingung... Bisnis adalah sesuatu yang sangat menarik, bahkan susah untuk dijelaskan dengan kata-kata.


Motivator ternama Tung Desem Waringin menyampaikan bahwa wajar jika semua orang mau berbisnis. Karena, dari hasil penelitian terhadap 100 responden:
  • 74% orang kaya berasal dari pebisnis,
  • 10% orang kaya dengan menjadi prefesional di bidangnya,
  • 10% orang kaya dengan menjadi karyawan sebagai top level management,
  • 6% orang kaya karena bidang lainnya (warisan, hibah, hadiah, dll.),

Dari data di atas sepertinya cukup menjawab pertanyaan banyak orang yang ingin berperang dalam medan bisnis walaupun membutuhkan pengorbanan. Selayaknya dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa kenyamanan hanya dapat dicapai melalui dunia bisnis. Zainuddin MZ berkata, "hidup adalah perjuangan dan perjuangan membutuhkan pengorbanan. Jika Anda tidak mau berkorban maka jangan hidup". Oleh karenanya, wajar jika banyak orang tergiur untuk masuk ke dunia bisnis walaupun berat karena mereka beranggapan bahwa perjuangan adalah bagian dari kehidupan yang mau tidak mau harus dihadapi.

Meskipun dunia bisnis membutuhkan pengorbanan, tetapi banyak orang mau ikut berjuang dan berkorban. Baik bisnis atau karir, keduanya pasti memiliki akhir cerita yang berbeda-beda. Namun, garis besarnya impian semua orang sama, yaitu ingin memiliki suatu kehidupan yang baik. Garis besar dari mimpi indah menjadi seorang pebisnis adalah sebagai berikut:
  1. Tidak ada yang membatasi penghasilan yang akan didapat,
  2. Bukan waktu yang menguasai pebisnis, tetapi pebisnis yang menguasai waktu,
  3. Hidup pebisnis bukan ditentukan oleh orang lain, tetapi pebisnis sendiri yang menentukannya,
Itulah ketiga impian utama yang dijanjian oleh pilihan hidup yang dinamakan wiraswasta. Menarik bukan? Semua itu akan terbukti dan diraih oleh pebisnis sukses dan tidak akan diraih oleh pekerja sukses.

Disunting 14 April 2014
Awistaros A.S.
Sumber Pustaka:
Ismail, H.I. 2012. Langkah Sukses Menjadi Peternak Domba & Kambing secara Otodidak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Cara Menentukan Tema Channel bagi Youtuber Pemula

Hai halo youtube mania, para content creator , dan pemirsa youtube. Assalamualaikum. Video ini diproduksi dan diupload saat pandemi covid-1...