Monday, December 3, 2018

Bisnis, dimulai dari mana?

Berawal dari hobi, ditambah ilmu yg didapat dari bangku sekolah, dulu saya suka sekali memelihara ternak (domba, ayam, bebek, burung) dan ikan. Bikin kandang sendiri, beli pakan sendiri, memelihara sendiri, wah pokoke menyenangkan dan menentramkan hati. Tidak peduli masalah besok dijual kemana. Pokoke asyik dengan produksi. Nawaitu-nya, menguatkan sistem produksi. Dilihat orang juga menarik, karna real bisnisnya tampak.

Akhirnya, permasalahan mulai datang. Setelah ternak yg dipelihara beranak pinak jadi banyak, kualitasnya bagus-bagus, tapi bingung mau dijual kemana. Rekanan, teman, dan kenalan saya banyak, tapi sebatas teman peternak, teman penyuplai pakan, obat, dan tak satupun teman/channel pemasaran. Lama kelamaan, yg didapat adalah kehabisan cash money, bahkan sampai minus. Kegiatan produksi yang berhasil, jadi bikin pusing tujuh keliling. Cash flow tidak berjalan. Ketemu suplayer bahan pakan/obat jadi malu, karena tidak mampu membeli seperti biasanya.

Bangkrut, dan berhenti sekitar 1-2 tahun.

Lalu iseng-iseng beli beberapa buku pembangkit semangat. Akhirnya nemu satu kalimat yg bisa menjawab masalah usaha "produksi" saya tadi, yaitu: Pada titik mana usaha dimulai? jawabannya adalah titik pemasaran. FAKTANYA, yg saya lakukan, bahkan, titik memulai usaha itu sama sekali saya abaikan. Jadilah saya memvonis diri bukan lagi sebagai pebisnis ternak, tapi sebagai peternak (saja).

Padahal (menurut teori di buku tersebut), jika kita memulai bisnis dengan menyentuh titik pemasaran terlebih dahulu, maka bisnis bisa dimulai tanpa modal, dengan minimal resiko.

Oke lah dicoba, dengan keadaan minus, mulai fokus pada silaturahim bisnis, pokoke setiap hari pekerjaannya jalan-jalan ke warung makan, berselancar di medsos, dolan ke peternak, rumah potong hewan, dapur catering, perkumpulan di luar bidang peternakan, ilmu desain, dll.

Wuih, teman jadi banyak. Dan teman ini bisa dikatakan sebagai teman yg berpotensi membeli produk kita. Mulai dari pemilik rumah makan arab yg setiap hari membutuhkan karkas domba, hingga instansi dan yayasan yg membutuhkan ternak untuk kebutuhan harian dan musiman.

Lalu buka buku yang tadi lagi, lanjutannya adalah Setelah titik pemasaran berhasil diinisiasi, mulailah buat brand, dan juallah brand itu, bukan produknya. Ingat, bukan produknya, tapi brandnya.

Oke.

Mulailah saya membuat merek (brand) baru, desain logo, kombinasi warna yang mencirikan brand, sekalian dengan desain iklan gratisan hasil bikinan canva.com pun dilakukan, termasuk mencetak brosur, stempel, nota, dan kebutuhan pemasaran lainnya, termasuk website.


Halaman Depan Website



Usaha Aqiqah Domba Sakti, produk dari Domba Sakti Farm (DSF) Indonesia, resmi mengudara. Padahal saat itu, saya tidak mempunyai kandang, ternak, dapur, dan sarana kebutuhan lainnya. Semua tidak saya punyai, tapi saya siapkan dengan matang. Menggunakan kekuatan relasi, dengan bermodalkan sarana pemasaran, usaha ini resmi dirilis awal tahun 2016. Kerja sama dengan beberapa titik seperti pengadaan ternak, pemotongan ternak, pemasakan daging, catering nasi, dan armada pengiriman, saya atur sedemikian rupa agar menjadi sistem yang saling terkait, dengan brand Aqiqah Domba Sakti.


Kepuasan pelanggan, menjadi tujuan utama usaha ini, barakallah


Alhamdulillah, saat ini Aqiqah Domba Sakti telah memasuki tahun ke-3, dan DSF Indonesia yang didirikan sejak 2008 mulai bangkit kembali. Setelah titik pemasaran dikuasai dan ditingkatkan, kini barulah memulai mengembangkan bagian produksi ternak. Tidak terbalik seperti dulu.

Semoga memberi ilmu dan hikmah.

Sunday, July 22, 2018

Merapi Erupsi (Masihkah) Silase jadi Solusi


Ketahanan pakan bukan melulu soal sukses menyediakan, tetapi juga soal kemampuan bertahan menghadapi segala kemungkinan

Terbit di INFOVET, Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan Edisi 288 - Juli 2018 Halaman 54-56

Teknologi silase, terdengar bukan sebagai penemuan kekinian. Puluhan tahun yang lalu teknologi ini sudah diperkenalkan, khususnya di negara-negara subtropis dengan 4 pola musim. Bagi mereka, silase hijauan pakan ruminansia adalah keniscayaan untuk ketahanan pakan di musim dingin, dimana sulit ditemukan cadangan pakan hijauan di lahan yang tertutupi salju.

Hijauan Fermentasi di Indonesia
Di Indonesia, teknologi silase atau yang biasa disebut hijauan pakan fermentasi, didengungkan sebagai solusi mengatasi kerawanan hijauan di musim kemarau. Namun, realita di lapangan hingga kini, jarang ditemukan peternak dan kelompok peternak yang secara masif memproduksi silase sebagai kebutuhan pokok untuk mempertahankan ketahanan pakan. Berbagai penyuluhan yang diberikan kepada mereka, dari tahun ke tahun, tidak diimplementasikan secara berkesinambungan. Hal ini bisa jadi disebabkan karena memang kayanya negara kita Indonesia. Berbagai jenis hijauan pakan mudah ditemukan dan tumbuh subur. Bahkan beberapa daerah disebut sebagai lumbung pakan hijauan. Kondisi kekeringan di musim kemarau pun dianggap masih aman, karena masih bisa ditemukan beberapa spesies tanaman tahan kering seperti lamtoro, ada masih cukupnya suplai hijauan yang didatangkan dari daerah lumbung pakan. Sehingga lumrah, bila masyarakat masih enggan memproduksi silase terus menerus sebagai kebutuhan, karena menambah biaya produksi mereka.
Berbeda dengan masyarakat peternak, justru industri peternakan ruminansia yang kerap memanfaatkan teknologi silase untuk efisiensi produksi pakan. Limbah industri pertanian kerap di-mix dengan berbagai bahan pakan sumber serat, untuk difermentasi menjadi silase komplit. Satu jenis ransum komplit tersebut lebih menjamin ketersediaan pakan sepanjang musim produksi, menjamin kestabilan kualitas pakan, serta efisiensi penggunaan tenaga kerja.

Tantangan Kerawanan Pakan Hijauan
Urgensi ketersediaan pakan di Indonesia, khususnya pulau Jawa, bukan lagi hanya disebabkan karena semakin menurunnya jumlah lahan hijauan pakan yang tergerus cepatnya arus pembangunan pemukinan dan industri, namun juga karena faktor bencana alam. Betul, negara kita memang harus bersahabat dengan alam dan memahami bahwa wilayah kita adalah wilayah rawan bencana. Gempa bumi dan tanah longsor, serta banjir mampu meluluh-lantakkan lahan pertanian. Demikian juga dengan gunung meletus. Awal Mei kemarin, Yogyakarta dan sekitarnya kembali merasakan hujan abu akibat erupsi freatik Gunung Merapi. Abu yang dikeluarkan gunung berapi terbang dan menyelimuti seluruh kehidupan, termasuk ke lahan pertanian. Kondisi ini mengingatkan pada erupsi Gunung Kelud dan Merapi beberapa tahun sebelumnya, yang terjadi hingga lebih dari 3 hari. Namun, pengaruh dari abu vulkanik yang menempel pada permukaan tanaman bertahan hingga sebulan lebih, yang menyebabkan gagal panen dan kelangkaan hijauan pakan. Peternak ruminansia mengeluhkan kondisi ini, dimana palatabilitas ternak terhadap hijauan pakan tercemar abu vulkanik menurun drastis. Saat itu, penggunaan konsentrat ditingkatkan untuk mengganti kehilangan nutrien hijauan yang tidak terkonsumsi. Akibatnya peningkatan biaya pakan menjadi tak terhindarkan.
Alasan kepemilikan rojo koyo seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba oleh peternak di pedesaan, lebih sebagai ternak tabungan, yang siap diuangkan bila mereka membutuhkan uang. Faktor hitung-hitungan produksi belum menjadi konsen pokok, apalagi efisiensi prosesnya. Sehingga wajar bila teknologi sederhana silase tidak tersentuh secara berkesinambungan. Namun, hampir di setiap daerah, para peternak menghimpun diri dalam kelompok peternak, yang memperhatikan struktur organisasi dan menjalankan unit usaha. Kelompok ini mampu menjembatani peternak dengan segala keterbatasan yang tidak bisa diraih bila dilakukan sendiri-sendiri, termasuk di dalam usaha mempertahankan ketahanan pakan sepanjang musim dengan biaya yang semakin efisien. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan dibentuknya unit usaha produksi hijauan fermentasi.
Beberapa konsep dapat diterapkan. Misal, peternak yang umumnya mempunyai lahan hijauan, meski terbatas, dapat menyetor kelebihan hijauan pada musim berkelimpahan hijauan (misal saat penghujan) kepada unit usaha di kelompok. Kemudian, unit usaha tersebut memproduksi hijauan fermentasi dari bahan baku yang dibeli dari peternak, atau dapat kulakan dari daerah lumbung hijauan pakan. Peternak dapat kembali memanfaatkan hasil panen hijauan fermentasi yang diproduksi oleh kelompok mereka, setiap saat, terutama pada saat kesulitan mendapatkan hijauan segar seperti pada saat musim kemarau, bahkan saat terjadinya hujan abu vulkanik. Pembelian pun dapat dilakukan dengan cara kekeluargaan yang mengedepankan kebijakan masing-masing kelompok, seperti pembelian secara tunai, pembayaran dengan harga dipotong setoran bahan baku hijauan, atau pembayaran kredit yang dibayar berkala atau menggunakan pupuk kandang.
Konsep kerakyatan seperti ini perlu dikelola oleh pengurus yang mengerti aspek usaha, aspek teknologi yang digunakan, yang juga akan mendapatkan hasil dari unit usaha yang dikelolanya untuk kesejahteraan mereka juga. Sehingga, dapat tercipta kondisi saling membantu dalam rangka efisiensi produksi yang dilakukan secara komunal antara peternak dan pengurus kelompok, bukan lagi berjuang sendiri-sendiri.


Proses pembuatan silase isi ulang

Contoh Fakta Menarik di Indonesia
Sebagai contoh di D.I. Yogyakarta, jumlah ternak ruminansia tercatat pada tahun 2013 (Dinas Pertanian DIY) di Kabupaten Gunungkidul mencapai 40% dari total ruminansia di DIY (Tabel 1), jauh lebih tinggi dari Kabupaten Sleman yang hanya mencapai 18% dari total ruminansia di DIY. Keadaan ini berbanding terbalik dengan luas lahan pertanian sawah yang notabene menyumbang hijauan dan sisa pertanian sebagai sumber pakan hijauan (Tabel 2). Karena ironisnya, Kabupaten Gunungkidul hanya mempunyai luas lahan pertanian sawah 14% dari total sawah di DIY, sementara Sleman mempunyai sawah paling luas hingga mencakup 40%. Ditambah lagi bahwa sebagian besar sawah di Kabupaten Gunungkidul merupakan sawah tadah hujan, yang mengalami masa-masa bero. Hal ini mengindikasikan bahwa ada indikasi kerawanan pakan hijauan di Kabupaten Gunungkidul. Dan wajar saja, bila lazim kita temui truk-truk pengangkut tebon (tanaman) jagung dan rumput raja datang ke kabupaten yang mempunyai kontur berbukit-bukit ini setiap harinya.
Faktanya, setiap musim kelangkaan pakan hijauan, hampir seluruh peternak di Kabupaten Gunungkidul tidak enggan untuk membeli hijauan yang didatangkan dari kabupaten tetangga, dengan harga 2-3 kali lipat lebih mahal dibanding jika mereka bisa menanam sendiri. Berdasarkan perhitungan penulis dan pengalaman pendampingan di lapangan, kelompok peternak yang mau memproduksi silase bagi kebutuhan anggota kelompoknya, mampu menekan biaya pakan hijauan hingga separuhnya, dibanding bila para anggota membeli hijauan segar secara eceran di pedagang hijauan. Hal ini karena, sub unit yang dimiliki kelompok dapat memotong jalur pemasaran hijauan pakan dengan membeli (kulakan) hijauan dari daerah lain dengan tonase yang lebih besar, dan dapat dipergunakan anggota di setiap saat, sehingga meningkatkan nilai produk dari segi waktu pemanfaatan, dengan harga per kilogram menjadi lebih rendah.

Silase (Masih) sangat Berpotensi
Silase hijauan pakan bukan lagi komoditas internal kelompok peternak, namun kini merambah menjadi komoditas bisnis di hulu peternakan ruminansia. Para pengusaha penggemukan, stocking untuk pemotongan, serta qurban dan aqiqah service akan berpikir dua kali untuk menanam hijauan sendiri. Mereka lebih memilih membeli hijauan fermentasi (jika ada), bahkan dibanding dengan membeli hijauan segar yang mempunyai masa simpan hijauan terbatas (hanya 1-2 hari). Beberapa orang sudah menangkap peluang ini, seperti Kabupaten Magelang yang mempunyai sumber daya rumput luar biasa tinggi, yang mulai menjual hijauan silase ke D.I. Yogyakarta.
Kembali ke silase itu sendiri. Silase hijauan dianggap dapat menjawab tantangan kerawanan pakan hijauan. Membantu peternak menyediakan pakan hijauan berkualitas, berkesinambungan, sepanjang masa, dan menjadi teknologi terapan yang mampu menjawab tantangan bencana alam, keterbatasan lahan hijauan, dan tuntutan efisiensi sistem usaha peternakan. Jadi sudah tidak ada lagi cerita ketika turun hujan abu vulkanik, lalu sapi dan domba tidak makan, bukan? Jayalah peternak Indonesia.



Tabel 1. Jumlah ternak ruminansia D.I. Yogyakarta 2013
Kabupaten/Kota
 Jumlah Ternak Ruminansia
D.I. Yogyakarta Th. 2013** (ekor)
 Sapi Potong
Sapi Perah
Kerbau
Kambing
Domba
Total
Kab. Kulonprogo
45.595
    150
120
89.725
22.062
157.652
Kab. Bantul
50.552
    153
271
74.462
52.085
177.523
Kab. Gunungkidul
138.134
      35
45
171.530
10.918
320.662
Kab. Sleman
38.216
 3.954
 541
33.625
71.412
147.748
Kota Yogyakarta
297
     34
5
388
383
1.107
Total D.I. Yogyakarta
272.794
4.326
 982
369.730
156.860
804.692
**Dinas Pertanian D.I. Yogyakarta



Tabel 2. Luas lahan pertanian 2016 D.I. Yogyakarta
Kabupaten/Kota
Luas Lahan Pertanian 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta* (ha)
Sawah
Bukan Sawah
Kab. Kulonprogo
10.366
34.933
Kab. Bantul
15.150
12.923
Kab. Gunungkidul
7.875
117.332
Kab. Sleman
21.841
20.617
Kota Yogyakarta
60
16
Total D.I. Yogyakarta
55.292
185.821
*Badan Pusat Statistik D.I. Yogyakarta

Thursday, June 21, 2018

Layanan Aqiqah Siap Saji: Cara Kreatif Peternak, Bertahan Sejenak

Ada saja keluhan ketika harga pasar kambing dan domba merosot tajam. Bisa jadi disebabkan karena memasuki masa pergantian tahun ajaran sekolah, sehingga banyak peternak menjual "tabungan" mereka di kandang. Sesuai dengan aksi-reaksi di pasar, jika keadaan stok ternak melimpah, maka harga ternak akan turun tajam. Ironisnya, kondisi ini merugikan peternak dengan kepemilikan skala kecil, dan menguntungkan bagi pengusaha bermodal besar.


Penggemukan domba sebagai domba aqiqah


Meskipun niatnya hanya sebagai usaha sambilan dan tabungan, tampaknya peternak harus pintar-pintar mengatur strategi sesederhana ini: kapan harus dijual, kapan harus ditahan. Namun, bagi rekan-rekan yang memang menggantungkan sebagian atau seluruh pemasukan rejeki keluarga dari beternak kambing dan domba, maka perlu berpikir lebih kreatif, agar dapur kita tetap kemebul.


Ada sebagian rekan yang memang lebih senang dengan seni memelihara ternak, misalnya dengan penggemukan domba pedaging, stocking hewan qurban, dan pembibitan kambing PE yang sekalian digunakan sebagai penghasil susu kambing. Usaha ini umum dilakukan dan diketahui secara luas di masyarakat. Namun, kendala pakan, kematian ternak, dan efisiensi usaha menjadi kendala, terutama jika performa ternak tidak maksimal atau pemeliharaan terlalu lama sehingga tidak lagi menguntungkan secara finansial. Usaha di kancah "produksi" ini pun ditentukan oleh skala produksi. Semakin besar skala ternak yang dipelihara, maka keuntungan yang diperoleh semakin besar, meskipun resikonya menjadi lebih tinggi pula. Ditambah lagi, misalnya penjualan hewan qurban, hanya terbatas pada musim Idul Adha saja, sehingga tidak berkelanjutan sebagai usaha harian.



Usaha layanan aqiqah 


Oleh karena itu, peternak yang mengerti hal ini, akan keluar dari zona nyaman beternak. produksi boleh, tapi di-nomor sekian-kan. Yang utama adalah pencarian pasar, atau diferensiasi usaha untuk membuka segmen pasar baru. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan melebarkan sayap ke usaha aqiqah siap saji. Usaha ini menggabungkan beberapa aspek seperti:



  1. Penyediaan domba dan kambing sesuai syariat Islam
  2. Jasa pemotongan ternak (rumah potong hewan)
  3. Jasa catering masakan kambing
  4. Jasa catering masakan pendukung (pengisi nasi dus)
  5. Jasa EO (event organizer) acara aqiqah (backdrop, MC, pembicara, dll.)
  6. Armada pengantaran ke lokasi acara
Peternak tidak harus menguasai ke-6 aspek pendukung tersebut. Mereka bisa bekerja sama dengan pengusaha pemotongan, catering, hingga ke armada angkut. Namun, mereka bisa mengembangkan merek sendiri berlabel aqiqah siap saji, yang melayani pelanggan dengan memudahkan prosesi aqiqah itu sendiri.


Domba Sakti Farm (DSF) Indonesia melayani aqiqah siap saji area D.I. Yogyakarta


Kecenderungan masyarakat modern untuk hidup semakin praktis dan simpel, pertambahan jumlah penduduk, dan bertambahnya kesadaran umat Islam melakukan aqiqah, menjadikan usaha ini sangat layak untuk digeluti, sebagai usaha harian yang siap menopang ekonomi keluarga, tidak lagi tergantung pada kegiatan produksi di kandang. Sehingga, keluarga peternak domba dan kambing dapat meningkatkan pendapatan keluarga dan bahkan menjadikan usaha aqiqah siap saji ini sebagai pekerjaan pokok, untuk kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.



Pengantaran nasi dus aqiqah siap saji ke rumah salah satu customer

Saturday, April 28, 2018

Mengapa Domba Rawan Cacingan?

Mengapa domba rawan cacingan? terlebih untuk domba yang digembalakan. Padahal sudah diberi pakan berkualitas, namun hasil bobot badan belum terlihat memuaskan. Temukan jawabannya di Mengapa Domba Rawan Cacingan

Rumput, menjadi media berkembang larva cacing lambung

Thursday, April 19, 2018

Kenali dan Hindari Cacing Lambung Haemonchus contortus


Domba dan kambing rentan mengalami haemonchosis, akibat infestasi cacing lambung Haemonchus contortus penyebab anemia
[Terbit di INFOVET, Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan, Edisi 285 April 2018]

Performa produksi domba dan kambing salah satunya ditentukan oleh kuantitas dan kualitas ransum pakan yang diberikan. Rumput sebagai salah satu sumber serat yang dibutuhkan ternak ruminansia berlambung jamak seperti domba dan kambing, ternyata juga turut andil menyumbang larva stadium tiga (L3s) cacing H. contortus, yang ikut terkonsumsi ketika rumput dimakan. Larva L3s ini hidup nyaman dan berkembang biak di dalam lambung keempat domba dan kambing (abomasum). Ya, spesifik dan hanya ditemukan di abomasum, lambung yang memiliki pH asam ini. Si cacing betina bertelur, lalu telur dikeluarkan melalui feses. Feses di suhu lingkungan yang sedikit hangat, menjadi media menetasnya telur-telur cacing H. contortus menjadi larva stadium satu dan dua, sebelum berkembang menjadi larva L3s yang hidup bertahan di pangkal rerumputan, yang dekat dengan tanah. Larva L3s ini akan masuk ke dalam lambung ternak lagi ketika rumput sebagai habitatnya dimakan oleh ternak. Demikian seterusnya.
 
Domba yang digembalakan, rawan terserang parasit cacing lambung

Infestasi dan Eksistensinya di Lambung
Siklus hidup cacing H. contortus yang demikian sederhananya menjadikan prevalensi ditemukannya cacing ini di lambung domba dan kambing sangat tinggi, terutama pada kondisi domba dan kambing yang digembalakan. Sebenarnya, kemampuan hidup larva L3s di rerumputan tidaklah sekuat yang dibayangkan. Larva ini rentan mati akibat perubahan suhu lingkungan atau pun adanya agen pemusnah seperti pestisida yang digunakan di persawahan. Namun, kurangnya ketersediaan lahan untuk rotasi padang gembala menjadi salah satu sebab, mengapa siklus cacing penyebab anemia ini tidak terputus.
Cacing H. contortus merupakan parasit nematoda yang biasa disebut cacing lambung (stomach worm), atau barber pole worm. Disebut sebagai yang terakhir ini karena khusus pada cacing betina terdapat uterus berwarna putih yang diselingi usus berwarna kemerahan, kemudian berpilin sehingga mirip dengan ikon  tempat cukur rambut para pria, sebuah bentuk lampu boks silinder dengan hiasan pilinan dua warna kontras. Namun, hal ini tidak ditemukan pada cacing dewasa jantan, yang hanya mempunyai warna tubuh merah cerah. Panjang cacing dewasa mencapai 10-30 mm, dengan si betina lebih panjang dan besar dibanding cacing jantan. Seekor cacing H. contortus betina mampu bertelur hingga 5.000-10.000 butir/hari, atau diestimasikan setiap 16-17 detik terjadi ovulasi, tergantung dari kematangan reproduksi dan umur cacing tersebut.
Penampakan cacing lambung dengan panjang sekitar 20 mm

Satu ekor domba atau kambing dianggap normal, bila prevalensi ditemukannya telur cacing H. contortus ini di bawah 500 butir/gram feses. Pengamatan dilakukan secara mikroskopis di bawah mikroskop. Ada juga standar yang menyatakan harus di bawah 200 butir/gram feses atau bahkan diharuskan nol atau bersih total. Mereka dengan standar ini lebih mengutamakan pada optimalisasi performa produksi. Biasanya dibarengi dengan pola pemeliharaan intensif dan pemberian anthelmintika (obat cacing). Domba betina dan anak domba yang digembalakan di lahan persawahan biasanya terserang cacing lebih tinggi, hingga di atas 1.000 butir/gram feses. Bahkan pada beberapa kasus yang pernah penulis teliti, ditemukan beberapa ekor domba ekor tipis betina dari kawanan penggembalaan dengan jumlah telur cacing mencapai lebih dari 5.000 butir/gram feses. Meskipun jumlah telur tinggi (lebih dari 2.000 butir/gram feses), tidak serta merta menunjukkan gejala fisik yang sama antar ternak satu dengan lainnya. Namun secara umum, domba atau kambing yang terinfestasi cacing H. contortus mempunyai penampilan fisik yang cenderung kurus, mata berair, tidak aktif, dan bulu kusam hingga mudah rontok. Nafsu makan masih tetap tinggi pada periode awal-awal infestasi, tapi konversi pakan tinggi, sehingga performa produksi daging buruk.
Penampakan telur cacing H. contortus secara mikroskopis dengan perbesaran 10x10

Kerugian yang Diderita
Cacing H. contortus dewasa mengaitkan ujung mulutnya di mukosa dinding abomasum dan menghisap darah ternak inangnya. Setiap hari, satu ekor cacing dewasa mampu menghisap sekitar 0,05 ml darah segar dari abomasum. Bayangkan jika satu ekor ternak terdapat 1.000 ekor cacing dewasa, maka diperkirakan akan kehilangan 50 ml darah setiap harinya. Tentu saja ini menyebabkan anemia, dan dikatakan bahwa cacing H. contortus  merupakan penyebab primer anemia pada ternak, diiringi defisiensi kalsium dan fosfat. Dalam kondisi hiperakut, kematian tidak dapat dihindarkan, terlebih pada ternak usia muda dengan daya tahan yang lebih lemah dibanding dewasanya.
Anemia dan turunannya menjadikan penurunan bobot karkas, konsumsi pakan dan nutrien menjadi tidak optimal, penurunan imunitas ternak, dan meningkatnya resiko kegagalan pertumbuhan fetus, termasuk meningkatnya angka kematian cempe pasca kelahiran. Selain prematur, perkembangan kelenjar susu di ambing induk juga terhambat dan tidak maksimal, sehingga anak yang lahir akan kekurangan asupan susu induknya, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kerugian ekonomi akibat infestasi cacing H. contortus tidak terelakkan lagi. Ditambah lagi dengan ditemukannya resistensi cacing H. contortus terhadap beberapa obat cacing komersial spektrum luas seperti albendazole dan avermectine, yang menyebabkan semakin kurang efektifnya pengobatan dengan dosis mainstream, dan meningkatnya biaya produksi untuk obat (Pathak et al., 2016; Van den Brom et al., 2015).

Cegah dan Atasi dengan Cara ini
Berbagai cara direkomendasikan oleh para peneliti peternakan, khususnya dalam hal menangani dan mencegah serangan cacing H. contortus. Secara umum, yang dapat dilakukan adalah dengan memotong siklus hidup cacing, dan membunuh cacing pada fase tertentu, atau pada seluruh fase kehidupannya (spektrum luas).
Memotong siklus hidup cacing dapat dilakukan dengan melakukan rotasi padang gembalaan dan memberikan waktu yang cukup agar larva-larva cacing di lokasi pertama mati, tanpa sempat termakan ternak. Cara lain adalah dengan melakukan strategi cut and carry pada pakan hijauan. Frekuensi ternak digembalakan dikurangi, atau bahkan tanpa digembalakan sama sekali. Sehingga tidak ada feses ternak yang tertinggal di lahan hijauan. Rumput lapangan (sawah) atau pun rumput budidaya seperti rumput raja, rumput gajah, tebon jagung, dll. dipotong (cut) di kebun budidaya dan dibawa (carry) ke kandang ternak. Tentunya hal ini perlu pertimbangan biaya tenaga kerja. Namun dengan cara ini, ada sisi positif lain yang diperoleh, yakni feses yang tertampung dapat diolah menjadi pupuk kandang bernilai ekonomi tinggi.
Dikandangkan, salah satu solusi memutus siklus cacing lambung

Cara berikutnya adalah dengan membinasakan cacing pada berbagai fase. Pemberian obat cacing komersial spektrum luas seperti albendazole dengan dosis 3-5 mg/kg bobot badan ternak, dirasa sangat efektif menekan jumlah infestasi cacing di saluran cerna, bukan hanya terhadap cacing H. contortus, melainkan terhadap parasit lainnya seperti cacing hati dan koksidia. Pemberian pakan hijauan berbasis leguminosa (kacang-kacangan) dan herbal yang mengandung senyawa metabolit sekunder (tanin, saponin, dll.) juga terbukti ampuh menurunkan infestasi cacing, di samping meningkatkan asupan protein ternak dari tanaman legum tersebut.
Terkait dengan protein, pemberian pakan penguat atau konsentrat sumber energi dan protein juga terbukti mampu menurunkan resiko infestasi cacing. Nilai nutrien yang tinggi dari pakan penguat, mampu memberikan asupan nutrisi bagi sel-sel mukosa saluran cerna yang rusak karena infestasi cacing, serta meningkatkan imunitas, sehingga ternak lebih kuat dan mampu mengatasi resiko lanjutan dari infestasi cacing tersebut. Di benua biru, yang memiliki lahan gembala yang luas, mereka mencampur rumput di lahan pastura dengan tanaman legum yang kaya protein dan zat aktif antiparasit, sehingga mampu menekan resiko cacingan meski tetap digembalakan. Semua ini sebenarnya merupakan rangkuman dari sistem pemeliharaan semiintensif – intensif. Karena untuk menunjang produktifitas peternakan dewasa ini, pola pemeliharaan juga harus update dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Itu lah tuntutan peternak jaman now.
Awistaros A. Sakti, 2018

Friday, February 23, 2018

Mengembangkan Bisnis seperti Bermain Game SimCity

SimCity Build It

Mas Awistaros, supaya usahanya cepat berkembang, kami dari bank mau menawarkan pinjaman lunak untuk usaha, bisa capai satu M kalau njenengan mau. Gimana mas saya bantu memproses ya...

Salah satu rekan di salah satu bank BUMN menawarkan (lagi) ke saya pinjaman kredit usaha. Dulu saya pernah sekali meminjam di bank, untuk usaha Awistaros Homeland, salah satu usaha favorit saya yaitu pengembangan properti kecil-kecilan. Ya dibilang kecil karena bukan mengembangkan perumahan, tetapi hanya rumah tinggal minimalis modern dengan jumlah hanya 1-2 unit di sekitaran Yogyakarta.

Namun, sejak saya belajar dan merasa bodoh plus malas karena baru kali itu memahaminya, saya mulai mengubah jalan pikiran dan jalan hidup. Betul, saya sekeluarga meniatkan hati untuk hijrah meninggalkan riba. Di dalam ajaran agama kami, jelas bahwa riba dan segala sesuatu terkaitnya dilarang oleh Allah SWT. Bukannya semakin maju, justru merasa semakin kekurangan. Dan itu yang saya rasakan, padahal dana besar di tangan bukan?

Allah maha pengasih, maha penyayang
Dan setelah belasan tahun menjalani pengalaman berharga di dunia usaha, terbersit suatu kesimpulan kecil yang saat ini menjadi peneduh hati dan jiwa saya.

Berusahalah tanpa riba. Ini perintah untuk diri saya pribadi.
Bagi startup, mulai dengan modal seadanya, sama persis ketika bermain game membangun kota seperti halnya SimCity, Township, Paradise City Island Sim Bay, dan sebagainya (game wajib di gadget saya hehe...)
Dalam game tersebut, kita hanya diberi modal dana (dan emas) terbatas untuk bisa membangun 1-2 unit properti saja. Waktu akan membantu kita untuk mendapatkan pendapatan dari pengelolaan properti tersebut.

Demikian juga dengan usaha. Dengan tekad yang benar sebagai wirausaha, kita sebaiknya bersabar dengan terus mengoptimalkan modal yang ada. Sekali lagi waktu yang akan memberikan jalan bagi pendapatan-pendapatan kita.

Namun, bila kita termasuk orang yang mengerti bisnis, dan tidak sabar dengan lambatnya laju di awal periode, maka bisa saja kita memanfaatkan investor sebagai pengungkit usaha, dengan sistem bagi hasil non riba. Untung dibagi bersama, rugi pun juga.

Insya Allah, lebih aman secara lahir dan batin, serta menjaga keberkahan dari langkah kaki kita dalam menjemput rejeki yang Allah sebar di muka bumi ini. Allah maha pengasih, maha penyayang. Mari kita kembali ke jalan yang sudah ditunjukkan Allah melalui rasulNya, yang tertulis dalam kitabullah penuntun jalan hidup kita sekeluarga menuju terang dunia dan akhirat...aamiin yaa rabbalalamin.

Prediksi Pasar Domba Kambing Sepanjang 1439 H

Momen Idul Adha menjadi penting bagi peternak dan pedagang ternak qurban untuk memaksimalkan laba, namun tampaknya perlu strategi khusus bagi keduanya, untuk Idul Adha tahun depan


Terbit dalam INFOVET, Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan Edisi Februari 2018~


Hampir dipastikan setiap tahunnya, selalu ada cerita peternak menjerit karena rendahnya harga pasar domba dan kambing mereka. Realita ini sulit dijelaskan bilamana tidak utak atik mekanisme pasar. Namun, setidaknya penurunan harga pasar ini ditentukan pula oleh momen krusial di masyarakat yang mempengaruhi suplai dan demand domba kambing hidup. Ya, dikatakan ternak hidup karena berdasarkan pengalaman penulis, hanya harga ternak hidup yang sering naik turun, berbeda dengan harga produk hilirnya seperti daging dan karkas yang cenderung stabil, didukung pula oleh kenyataan bahwa domba kambing tidak dijadikan objek politik, berbeda dengan sapi.

Momen Idul Adha sebagai Anugerah
Tingginya jumlah populasi manusia Indonesia dengan kategori kekuatan ekonomi negara berkembang, mempunyai dampak berupa lenturnya mekanisme pasar yang disebabkan oleh perihal sosial budaya, terutama di daerah pedesaan sebagai lumbung ternak, tetapi dengan jumlah kepemilikan terbatas (kurang dari 5 ekor per peternak). Survei di Jawa Tengah menunjukkan bahwa ternak lebih condong digunakan sebagai tabungan dibanding penghasil cash money (Budisatria et al., 2007). Jika membutuhkan dana mendesak, alternatif utama yang akan diambil adalah dengan menjual ternak tabungan mereka. Hal ini menjadi catatan penting, bahwa motivasi menjual adalah karena kebutuhan uang mendesak, bukan karena kegiatan usaha murni. Motivasi seperti ini mempunyai kelemahan, yaitu mempunyai nilai tawar yang rendah, atau sangat tergantung pada kondisi sosial setempat. Jika kejadian ini dilakukan berjamaah, misal karena peternak sama-sama menghadapi pergantian tahun ajaran baru anak-anak mereka, mau pun kebutuhan mendesak jelang hari raya, maka dipastikan akan menurunkan harga jual karena membludaknya jumlah ternak di pasaran.
Hari raya keagamaan umat Islam, salah satunya adalah Idul Adha, atau yang lebih popular dikenal dengan sebutan musim haji atau musim qurban. Musim yang menyita perhatian pedagang sekitar 1 bulan pra dan pasca hari raya ini, merupakan puncak tingginya permintaan ternak qurban, baik domba, kambing, atau pun sapi. Harga jual ternak ke konsumen pada musim qurban ini meningkat bervariasi dari 10-50% dibanding hari biasa dengan harga normal. Sesuai mekanisme pasar, harga akan otomatis terkatrol seiring meningkatnya permintaan ternak qurban. Sehingga pedagang akan beramai-ramai menyetok ternak jelang musim tersebut. Musim qurban tahun ini (2017), berdasarkan hasil survei dan pengalaman penulis sebagai pedagang ternak qurban khusus domba dan kambing sejak tahun 2008, terjadi peningkatan permintaan ternak ruminansia kecil (kambing dan domba) hingga 30%. Bahkan beberapa rekan pengusaha mengaku meningkat hingga 50%.
Preferensi konsumen di musim qurban 1438 H (2017 masehi) di D.I. Yogyakarta masih didominasi domba dibanding kambing, meski pun ada kecenderungan peningkatan penjualan kambing dibanding domba. Hal ini bertolak belakang dengan preferensi konsumen di jalur utara Jawa Tengah (pantura) dengan kambing masih sangat mendominasi penjualan hingga 90%. Range harga domba dan kambing di D.I. Yogyakarta masih lebih ramai di segmen harga 2-3 juta, atau tepat di bawah harga iuran sapi qurban (2,7-3,1 juta per orang untuk 7 orang sohibul). Dan yang lebih menarik adalah, terjadi peningkatan yang signifikan di segmen domba kambing kelas tinggi (harga di atas 3 juta, di atas harga iuran sapi), dimana konsumen mulai tertarik memperhatikan kualitas domba kambing dari segi penampilan fisik, kebersihan bulu domba, jenis ternak unggul (domba Garut dan kambing Peranakan Etawa), dan kelengkapan spesifikasi (timbangan digital, potret gigi seri, riwayat obat, dll.).

Olah Strategi Masing-masing Sektor
Idul Adha 1438 H kemarin tepat pada hari Jumat, 1 September 2017, atau sekitar 2 bulan pasca pergantian tahun ajaran bagi sekolah. Pengusaha ternak qurban merasakan adanya penurunan harga kulak domba dan kambing di D.I. Yogyakarta disebabkan momen pergantian tahun ajaran tersebut. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hal ini dipicu tingginya angka penjualan ternak “tabungan” oleh peternak. Dan jika dicermati, maka tanggal jatuhnya hari raya di tahun 2018 akan lebih awal dibanding tahun 2017, dimana pola ini diyakini akan terjadi lagi. Perlu dicatat bahwa 2 bulan sebelum hari raya Idul Adha merupakan hari raya Idul Fitri. Artinya akan ada 3 momen besar di sini yang mempengaruhi harga, yaitu Idul Fitri, pergantian tahun ajaran sekolah, dan Idul Adha. Perlu olah strategi bagi peternak dan pedagang di masing-masing sektor untuk mengamankan asetnya.
Grafik 1. Prediksi pasar kambing dan domba 1439 H
Peternak diyakini akan menahan domba dan kambing mereka sejak Oktober 2017 hingga April 2018, yang didukung oleh melimpahnya pakan hijauan di musim penghujan. Harga pada 7 bulan di musim penghujan ini dikategorikan normal, meskipun biasanya terjadi gejolak penurunan harga di beberapa daerah dengan pakan hijauan terlalu melimpah. Di sepanjang musim ini, diyakini pasar domba kambing lebih banyak ke arah bakalan jantan dan domba betina potong untuk mensuplai rumah makan dan aqiqah services. Ada pendapat bahwa awal tahun hingga April 2018, adalah saat yang tepat bagi peternak untuk menjual ternaknya dengan harga normal. Jika terlambat, maka mereka harus dihadapkan pada mekanisme pasar di bulan Mei-Juli 2018 dimana diprediksi harga akan turun seiring berlomba-lombanya pengusaha mencari ternak dagangan, berkorelasi dengan meningkatnya penjualan ternak “wajib” oleh peternak. Atau pun jika peternak masih mempunyai talangan dana menghadapi 3 momen tersebut, maka disarankan menjual ternaknya tepat di musim qurban langsung ke konsumen qurban.
Hal ini tidak mustahil dilakukan peternak dengan kepemilikan kecil, tanpa perlu membuka lapak dan mendeklarasikan diri sebagai penjual ternak qurban. Cukup memanfaatkan media sosial dan kemajuan teknologi informasi lainnya. Sederhana dengan metode tahan jual, atau ikhlaskan jual. Bagaimana dengan para pengusaha? Ada beragam cara yang tentunya tidak perlu dibahas disini. Yang paling penting adalah terjalinnya hubungan mutualistik antara pengusaha domba kambing dengan peternak kecil. Karena tidak dipungkiri bahwa sebesar apapun skala usaha pengusaha domba kambing, selalu tidak lepas dari peran peternak skala kecil, karena sama-sama berperan membentuk sistem pasar yang diharapkan akan saling menguntungkan, membangun peternakan dengan kekuatan sosial (Sakti, 2016), demi kesejahteraan bersama pelaku ekonomi peternakan di Indonesia. Jayalah peternak Indonesia.


Cara Menentukan Tema Channel bagi Youtuber Pemula

Hai halo youtube mania, para content creator , dan pemirsa youtube. Assalamualaikum. Video ini diproduksi dan diupload saat pandemi covid-1...